Jumat, 18 Februari 2011

Broken Home? Siapa takut.

Sebagian orang berpendapat bahwa Broken Home adalah satu-satunya penyebab seorang anak menjadi brutal dan tidak terarah. Tetapi sesungguhnya apakah benar bahwa Broken Home menjadi satu-satunya penyebab? jawabannya TIDAK, Broken Home hanya merupakan salah satu faktor pendukung dari banyak faktor yang lain seperti Lingkungan/Pergaulan, Teman sepermainan, Pola pikir, hingga Bacaan yang dibaca setiap hari yang secara tidak langsung mempengaruhi kejiwaan seorang anak.

Namun sebelum menginjak lebih jauh mengenai apa yang dinamakan sebagai Broken Home, ada baiknya kita pahami dulu apa itu Broken Home. Broken Home adalah istilah yang digunakan untuk "masalah rumah tangga" yang biasanya berhubungan langsung dengan keberadaan orang tua. Masalah rumah tangga yang dimaksud bisa berupa pertengkaran orang tua, perceraian Orang tua, Kekerasan dalam rumah tangga, dan faktor kepercayaan Orang tua terhadap anak.

Pertengkaran orang tua secara tidak langsung mempengaruhi kejiwaan seorang anak. source : Google.com

Pertengkaran Orang Tua.

Sebuah masalah selayaknya diselesaikan dengan musyawarah atau berbicara dalam konteks kekeluargaan. Tidak sepatutnya sebuah masalah diselesaikan dengan dorongan amarah yang menimbulkan pertengkaran. Mungkin seketika itu kita merasa menang, tetapi apakah hal itu bisa menyelesaikan masalah? lalu yang lebih parah lagi, apabila pertengkaran tersebut disaksikan secara "Live" oleh seorang anak. Pertengkaran kedua orang tua secara otomatis membuat seorang anak merasa tidak nyaman terhadap keadaan rumah . Lebih jauh lagi sebuah pertengkaran merangsang pola pikir seorang anak untuk membenci salah satu orang tua atau keduanya.


Perceraian Orang Tua.

Ujung dari pertengkaran yang tidak selesai adalah Perceraian. Pilihan yang sepatutnya benar-benar dijadikan pilihan paling akhir jika memang masalah yang dihadapi hanya bisa tuntas dengan bercerai. Disini anak akan dibingungkan dengan hak asuh anak dan pembagian kasih sayang yang belum tentu merata antara orang tua satu sama lain. Jika seorang anak merasa tidak memiliki kasih sayang yang diinginkan, maka bukan hal yang aneh jika mereka mencari kasih sayang diluar rumah. Disinilah tak jarang banyak hal buruk masuk dalam kehidupan mereka.

hak asuh anak terkadang menjadi masalah yang pelik ketika sebuah perceraian terjadi. source: Google.com



Kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga atau yang sering kita sebut KDRT secara jelas membantu seorang anak untuk melegalkan hal serupa dikemudian hari. Jika kita mau sedikit menilik, sebagian besar faktor penyebab KDRT adalah adanya kejadian serupa di masa lalu pelaku atau dengan kata lain pengalaman kurang menenyenangkan dimasa lalu. Sama seperti kita yang mengerti sesuatu hal karena setiap hari belajar, KDRT juga secara tidak langsung membiasakan seorang anak untuk melakukan hal serupa. Tidak jarang seorang anak pun melampiaskan kekesalannya dalam bentuk kekerasan seperti tawuran ataupun hal lain karena kebiasaannya dirumah yang selalu menerima kekerasan baik menggunakan tubuhnya maupun pola pikir.

Tawuran merupakan salah satu efek dari KDRT. Source : Google.com



Kepercayaan Orang Tua terhadap anak.

Seorang anak ingin sekali mendapat kepercayaan dari Orang Tua dalam melakukan sesuatu yang terkait langsung denga hidupny sekarang maupun nanti. Hanya saja, setiap Orang Tua pasti punya pandangan tersendiri dalam memilih dan mempercayakan sesuatu terhadap anaknya. Hal ini tidak terlepas dari pikiran bahwa Orang Tua selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Namun terkadang, ketidakpercayaan Orang Tua kepada anaknya berimbas langsung terhadap pola pikirnya dimana seorang anak cenderung akan melakukan hal yang tidak dipercayakan kepadanya secara sembunyi-sembunyi. Tentu hal ini membawa dampak negativ kedepannya seperti, lari dari rumah hingga kemungkinan terburuk bunuh diri.

Kekangan Orang Tua terkadang membuat seorang anak memutuskan untuk "minggat". source : Google.com



How to solve it?

Menuntaskan masalah kelurga memang tidak bisa dilakukan secara spontan dan dengan cara yang seenaknya. Menyelesaikan masalah rumah tangga haruslah melalui musyawarah yang dilakukan dalam keadaan tenang tanpa emosi dan disarankan menggunkan mediasi orang yang dianggap dapat dipercaya menuntaskan masalah tersebut. Memilih pula apa yang boleh disaksikan seorang anak terhadap apa yang dilakukan Orang Tuanya dan mana yang tidak. Bertengkar tidak harus membanting pintu, memecahkan piring, atau melakukan kekerasan yang berimbas pada anak. Jika pun ingin dilakukan, tidak seharusnya dilakukan di saat ada anak atau bahkan hingga disaksikan secara langsung. Hal yang hanya boleh disaksikan oleh anak adalah kasih sayang dan keharmonisan diluar masalah yang memang harus diselesaikan oleh orang tua sendiri. Jika memang takdir mengisyaratkan untuk perceraian, sebaiknya perhatian Orang Tua terhadap anak tetap sama atau bahkan lebih. Mulai dari pemantauan sekolah hingga pergaulan dan lingkungan sehari-hari. Beri seorang anak apa yang ia butuhkan tanpa melihat ego Orang Tua.


Broken Home? Siapa takut.

Jika kita tergolong anak dari keluarga yang Broken Home ada banyak cara untuk mensiasati agar kita tidak termasuk dalam golongan yang negativ dan merugi. Salah satunya adalah menggeluti apa yang kita minati dan selalu berfikir positif. Hobi tak jarang bisa menuntaskan stres yang kita alami. Mulai dari hobi baca, hobi menulis, melihat anime,dan banyak hal lain. Dengan kita menggeluti hobi, tak jarang kita bisa bertemu dengan bebagai macam orang yang bisa mendukung kita kedepannya. Memilih teman bukan berarti kita sombong, tetapi memilih teman juga bisa setidaknya menetralisir kemungkinan terjerumusnya kita dalam hal negativ. Kunci yang paling utama adalah berfikir positif dan belajar dari pegalaman. Jika kita merasa sedih ketika mengalami Broken Home, maka kita harus menjaga keluarga yang kita bina kedepannya sebaik mungkin. ^o^/

Broken Home, sebuah masalah yang pelik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar